Siapa yang nggak tahu Kawah Ijen? saya rasa semua pasti tahu ya
Dulu sempat menjadi perdebatan mengenai “hak milik” dari Kawah Ijen ini, apakah milik pemerintah Kabupaten Banyuwangi atau Kabupaten Bondowoso. Sampai akhirnya diputuskan kalau Kawah Ijen milik dua kabupaten ini.
Beberapa waktu lalu, saya balik lagi ke Kawasan Kawah Ijen, rasanya sudah lama nggak ke Ijen dan perjalanannya tetap terasa jauh kalau dari Jember. Sepanjang perjalanan dari Jember, cuaca masih panas dan saat memasuki hutan, udara dingin mulai masuk ke dalam mobil dan diluar sudah mulai berembun. Ehh pas sudah sampai area parkiran malah hujan.
Pesona Kawah Ijen
Sebagian besar wisatawan yang ke kawah Ijen pasti penasaran dengan fenomena Blue Fire. Dulu waktu saya pertama kali mendaki Kawah Ijen, prioritas utama bukan ingin melihat Blue Firenya, tapi paling nggak sudah pernah menginjakkan kaki di Kawah Ijen.
Saat teman-teman rombongan saya jalannya menggunakan kecepatan tinggi, saya mah slow aja, padahal yang dibawa cuman botol minum, tapi pas jalan nanjak sudah kayak bawa beban hidup yang buerat banget. Di tengah perjalanan sudah mau nyerah aja, nggak apa-apa nggak sampai puncak, minimal sudah merasakan medannya. Tapi saya coba jalan pelan-pelan dan akhirnya sampai juga di Kawah Ijennya meskipun sudah agak siang yaitu di jam setengah enam pagian.
Kunjungan kedua kali ini, saya memang nggak niat pengen naik lagi, sudahlah cukup di parkiran aja. Ampun-ampun dah kalau naik lagi, cuaca di sore hari aja sudah dingin dan menusuk sampai ke tulang, gimana nanti pas masuk di area hutan di Kawah Ijennya, pasti dingin pol.
Ada beberapa perubahan di area pintu masuk Kawah Ijen, di sebelah kiri dari tempat penjualan tiket masuk, ada gambar Kawah Ijen yang dibuat seperti 3D dan ada jembatan ala-ala, jadi kalau pengunjung foto disana, seperti nampak kalau kita lagi di Ijen beneran.
Sebelum masuk di area Kawah Ijen, ada rest area yang bisa dimanfaatkan oleh wisatawan. Dan saya sendiri baru tahu kalau ada tempat ini, maklum dulu nggak perhatian juga sama view di sepanjang jalan. Di area ini, terdapat sign dengan tulisan Ijen Geopark dan kita bisa melihat view perkampungan warga dari ketinggian. Disini aja, udaranya juga sudah dingin, pantesan kalau sudah sampai di area parkiran Kawah Ijennya malah makin dingin lagi.
Persiapan Mendaki Kawah Ijen
Memang nggak sedikit yang mengatakan kalau mau aktivitas alam yang menguras tenaga, ada baiknya sebelumnya dilakukan persiapan. Apa aja persiapannya?
Berikut beberapa tips yang bisa disiapkan kalau teman-teman ada rencana mengunjungi Kawah Ijen.
Latihan Fisik
Seperti lari atau jogging mungkin bisa dilakukan kalau ada rencana buat tracking ke Gunung. Dan sepertinya memang ngaruh banget ya buat stamina, jadi waktu tracking badan kayak terasa enteng.
Beda saat saya pertama kali naik ke Kawah Ijen nggak melakukan persiapan fisik sama sekali, langsung gas aja naik dan ngos-ngosan parah pokoknya. Sampai-sampai sudah niatin dalam hati kalau nggak mau naik lagi.
Persiapkan jaket, masker dan obat-obatan
Jaket is a must. Meskipun di tengah perjalanan, suhu tubuh terasa hangat dan malah nggak dingin sama sekali, memang agak aneh juga sih. Malah ada teman saya yang melepaskan jaketnya karena berkeringat.
Dan ada beberapa bagian jalan yang masih berupa jalanan tanah dan berdebu, kalau alergi debu mending memakai masker dan meskipun kalau jalan menanjak sambil pakai masker akan terasa engap.
Tim Mendaki yang Kompak
Beruntung saya dulu mendaki bareng sama teman-teman komunitas dan ada beberapa teman yang baru, karena si teman saya ini membuka open trip juga.
Sohib saya pengertian juga, saat saya berhenti untuk istirahat dan hampir menyerah, dia menemani saya duduk dan memberikan air minum. Nggak ada acara tinggal meninggal gitu. Kalau yang kuat jalan sendiri, ya silahkan, kalau yang kekuatan mendakinya biasa aja kayak saya, bakalan ditemeni juga. Lagian sohib saya kayaknya takut saya pingsan di jalan. Tapi memang hampir pingsan juga sih karena nggak kuat 😁
Memahami Medan Kawah Ijen
Untuk pendaki pemula, memang baiknya pakai jasa pemandu aja. Karena di tengah jalan, kita nggak bisa bedain mana yang jalan tanah dan jalanan jurang, maklum ada satu titik yang disebelahnya sudah jurang juga. Apalagi kalau jalannya sambil “nggliyeng”, takut salah langkah aja.
Gimana sudah siap buat main-main ke Kawah Ijen? Jangan lupa siapkan perbekalan juga ya.
Aku belum pernah ke Kawah Ijen. Semoga suatu saat nanti diberi kesempatan untuk main ke sana. Amiiin...
ReplyDeleteyes amin mbak kimi, semoga disegerakan, dipersiapkan ya fisiknya
DeleteDari dulu ingin banget main ke Kawah Ijen, tapi takut nggak bisa sampai puncak keburu pingsan di tengah jalan 😂 Habis itu dikasih tau sohibul saya yang pernah ke sana kalau ke Kawah Ijen bisa naik gerobak, bayar berapa ratus ribu gitu kalau nggak salah. Wah, saya langsung tertarik hahahaha. Semoga one day saya bisa lihat Kawah Ijen seperti mba Ainun meski via jalur singkat 😆 Dan terima kasih sudah kasih tips mba, sebagai orang yang nggak tahan debu, tips ini bermanfaat 🧡
ReplyDeleteaku dulu ngebayangin aja udah pengen pingsan duluan mbak hahaha
Deletetapi saking penasarannya sama Ijen jadi langsung eksekusi. Dipikir-pikir masa Ijen yang lokasinya hanya beberapa jam aja dari Jember malah belum pernah dikunjungi, ehh malah destinasi yang lokasinya jauh banget didatangi duluan
iya bener mbak eno, ada yang naik gerobak bayar mungkin 400-600an, harga fluktuatif tergantung tawar menawar sepertinya, tapi memang sepadan dengan pekerja yang mendorong gerobak kita, karena medan yang memang nanjakkk terus isinya
Lama ga mampir, maafkeun.
ReplyDeleteOrang rame ngomong kawah ijen, tapi saya belum pernah main ke sana. Ikut penasaran dengan fenomena blue fire nya dan ingin menyaksikan langsung. Tunggu anak agak gede sedikit biar bisa ke Ijen bareng Insyaa Allah.
Satu lagi yang perlu dipersiapkan kalau mau naik gunung, sepatu yang sesuai dan bisa mencengkeram di medan yang berat dan licin. Pernah pengalaman kaki keseleo pas naik gunung karena salah memilih sepatu soalnya.
Sehat selalu Ainun
holaa mas Cipu, finally ya di blognya udah ada apdetan terbaru, asekk
Deleteiya aku dulu nunggu beberapa tahun lamanya buat memantapkan diri pergi ke Ijen #tsahhh, karena males juga sebenernya mau naik gunung
bener banget mas Cipu, sepatu gunung memang terbaik buat alam ya, kayaknya dulu waktu aku naik ke Gunung ranti malah salah sepatu, malah sepatu booth yang buat nongkrong yang aku pake hahaha