Hari Minggu pagi ketika di Banyuwangi sebenarnya nggak ada rencana kemana-mana. Tapi siapa sangka, kaka Alan Blogger Banyuwangi menawarkan beberapa opsi untuk mengisi waktu seperti ke Dermaga Cinta yang berada di belakang Hotel Ketapang Banyuwangi dan kemudian lanjut menuju Desa Kemiren. Tentu aja pilihan “destinasi ala-ala” kali ini saya iya-in aja.
Perjalanan menuju Desa Kemiren nggak terlalu jauh dari Dermaga Cinta, saya tiba kurang lebih jam 6an dan itu sudah termasuk siang. Setelah memarkirkan motor, rombongan saya, ada Alan, Fitroh dan Tias masuk gang kecil. Awalnya saya nggak ngeh yang dimaksud CFD di Kemiren seperti apa, yang pasti dipikiran saya adalah di tengah jalan yang sudah tertutup untuk kendaraan umum, ternyata salah, justru CFD di Desa Kemiren diadakan di dalam gang rumah warga.
CFD di Desa Kemiren
Di salah satu halaman rumah warga, terlihat beberapa warga sekitar dan pengunjung memadati area tersebut untuk melihat pertunjukan barongsai. Dan lagi-lagi saya dibuat kaget, ternyata mereka yang memainkan peran Barongsai masih anak-anak, kirain sudah dewasa semua. Usut punya usut, ternyata anak-anak ini sebenarnya hanya main biasa dengan Barongsainya dan ternyata membuat pengunjung terhibur.
Puas menikmati pertunjukan barongsari, saya mulai menelusuri gang kecil ini, yang mana disepanjang jalan dipenuhi stand makanan, dari penjual lupis atau jajanan tradisional, minuman tradisional seperti jamu, masakan rumahan dan juga ada pertunjukan dari warga setempat yang dimainkan oleh ibu-ibu yang sudah berumur untuk memainkan alat musik tradisional Suku Osing yaitu alat musik lesung atau gedhogan. Nggak mau melewatkan momen, saya mengajak ibu-ibu ini untuk foto bersama hehehe.
Karena sudah lama nggak menikmati lupis, ya sudah saya pesan aja satu porsi lupis dengan isian yang cukup banyak. Kemudian jalan lagi dan kita memutuskan untuk nongkrong di café Umah Kopi. Di café Umah Kopi ini kita cukup lama nyantai sambil ngobrol dengan penggiat wisata Banyuwangi yang merupakan teman dari Mbak Tias.
Suasana di Umah Kopi kayak dirumah nenek gitu vibesnya, lebih tepatnya bangunannya khas seperti rumah Suku Osing yang dominan menggunakan kayu dan bambu. Pecinta kopi pasti seneng nih kalau di Café ini, soalnya kopinya juga nggak main-main nih yang disajikan, pengunjung bisa mencoba kopi khas Banyuwangi. Pagi itu, café terlihat sangat ramai, sampai-sampai saya dan teman-teman juga agak bingung nyari sisa kursi dan meja sudah full semua. Untung nggak lama kemudian, tamu lain di satu meja sudah mulai cabut.
Di café Umah Kopi, saya nggak pesan kopi, tapi hanya pesan minuman teh hangat dan nyamil jajanan yang sebelumnya sudah saya beli.
Sepanjang menikmati CFD di Desa Kemiren, saya dibuat kagum dengan beberapa rumah warga yang masih mempertahankan bentuk rumah khas Suku Osing bahkan terlihat masih sangat bagus. Lingkungan di sekitar area ini juga bersih, rasanya betah lama-lama menikmati Minggu pagi di Kemiren.
Ngebayanginnya aja kayaknya enak lingkungan tempat tinggalnya,saya belum pernah tau seperti apa bangunan rumah penduduk asli suku osen di sana
ReplyDeletevibes di Umah Kopi berasa sekali vibes rumah neneknya! wkwk. aku suka sekali suasananya karena kesannya hangat dan menenangkan >.<
ReplyDeletekue yang kotak-kotak sebelah cangkir minuman itu namanya apa, Kak? bahan utamanya dari sagu bukan? kayaknya dulu aku sering lihat tapi nggak tahu namanya apa 😂
Kereeeeen desanyaaaa. Bikin cfd beginiii. Beda konsep Ama cfd yg biasa. Tapi aku sukaaaa yg ini jujurnya. Mungkin Krn ga terlalu rame Yaa. Kalo cfd di JKT kan ruamenua kayak pasar 🤣.
ReplyDeleteAsik juga bisa banyak Icipin aneka jajanan rumah 😍. Kalo aku ke Banyuwangi, pasti aku datangin mba
Desa Kemiren sudah terkenal, kemudian menerapkan konsep kunjungan seperti ini. Sangat luar biasa. Menjadikan pengunjung lebih mengenali desa ini dengan segala sajiannya.
ReplyDeleteYaa kalau datang ke cfd kayak gini yaa tetap jajan. Bahkan jadi agenda utama. Jajan emang jadi sebuah hal yang tidak terpisahkan. Umah kopi-nya layak untuk didatangi.