Biasanya untuk menggaungkan potensi daerahnya, pemerintah setempat mengadakan pagelaran Pemilihan Putra Putri Wisata atau yang biasa disebut dengan Duta Wisata. Tiap daerah mempunyai sebutannya masing-masing, seperti di Jember yang disebut dengan Gus dan Ning atau di Banyuwangi dikenal dengan sebutan Jebeng Thulik. Kegiatan seperti ini rutin diadakan setahun sekali bahkan ada yang dua tahun sekali.
Proses seleksi untuk masuk menjadi jajaran finalis pun juga nggak mudah alias butuh efforts dari tiap peserta, seperti mereka harus mempunyai talenta yang bisa ditunjukkan seperti menari, ilmu beladiri, mahir bermain alat musik, fasih story telling dan masih banyak lagi bidang prestasi yang bisa ditonjolkan.
Nggak dipungkiri kalau saya juga ingin ikutan kontes seperti ini, gini-gini pernah ikutan pemilihan model yang dulu iklannya sering nongol di majalah ibukota tapi cuma sampai Unggulan saja hahaha.
Pertama kali yang terlintas di pikiran saya ketika mengetahui acara kontes seperti ini, terutama yang menyangkut-pautkan dengan kata-kata wisata adalah kelak mereka-mereka ini harus rajin mempromosikan potensi wisata di wilayahnya sendiri.
Foto hanya sebagai pemanis :D |
Seiring waktu, saya nggak melihat finalis-finalis ini bekerja sesuai mindset saya, iya kali saya kan bukan orang Dinas Pariwisata yang nggak mengetahui program-program kerja di dalam instansinya. Yang saya tahu, ketika di suatu daerah ada kunjungan dari orang nomor satu Indonesia, seperti Presiden, Menteri atau jajaran pimpinan negara di negara ini, si finalis duta wisata ini akan ikut serta menyambut kedatangan mereka atau bahkan mendampingi ketika tamu penting tersebut berkeliling melakukan agenda kerja.
Selebihnya, saya nggak pernah tahu mereka blusukan ke tengah hutan, seperti misalnya mau repot-repot ketemu lintah ketika akan menjelajah alam untuk mencapai suatu destinasi alam yang letaknya nun jauh di dalam hutan sana.
Seketika saya berpikir, biasanya dan nggak semuanya sih, peserta yang mengikuti kompetisi seperti ini ingin mengukur kemampuan dirinya, entah dari segi prestasi atau mereka yang pure ingin menyalurkan hobi modellingnya. Bagi mereka yang mempunyai passion di dunia modelling dan mempunyai target untuk membawa piala kemenangan saja tapi nggak ada “hasil kerjanya” sepertinya kok sia-sia.
Catatan dalam tulisan saya ini :
Saya mempunyai banyak teman di lingkungan kontes seperti ini, circle saya juga nggak jauh-jauh dari mereka. Bahkan dunia kerja saya kadang juga pernah bersinggungan dengan instansi Dispar. Talent acara kantor saya pun bahkan pernah menjadi finalis Duta Wisata.
Saya sendiri nggak pernah menanyakan ke teman-teman saya ini mengenai job mereka setelah menjadi finalis atau pemenang Duta Wisata. Sepertinya hanya instansi yang menggandeng mereka yang mengetahui kapan ada rencana kerja yang akan melibatkan mereka kembali.
Lah teman saya aja yang finalis Duta Wisata ketika melakukan kunjungan kerjanya ke Pantai Bandealit sudah mengeluh nggak akan mau lagi panas-panasan, sayang sama kulitnya yang sudah perawatan ini itu hahaha. Dia ini cowok lho yang ngomong :D
Kali ini yang menjadi perhatian dari isi kepala saya adalah, kenapa justru travel influencer-lah yang lebih dominan mempromosikan destinasi wisata di seluruh penjuru Indonesia. Entah itu yang disponsori oleh dinas tertentu terutama yang berpusat di Jakarta atau bahkan dengan dana pribadi sendiri.
Personal branding yang travel enthusiast bangun ini melebihi personal branding dari seorang duta wisata. Mereka juga nggak segan berbagi cerita layaknya public relations dari suatu instansi.
Saya yang demen dolan, menjadikan travel enthusiast ini seperti layaknya buku pedoman wisata. Seperti info akomodasi, info transportasi, kegiatan seru apa yang bisa dilakukan di lokasi tujuan, bahkan tempat tersembunyi aja mereka yang lebih dulu publish.
Bahkan beberapa tahun belakangan ini, pamor travel enthusiast berada di posisi puncak, pergi ke ujung Barat Indonesia membuat sebuah travel story untuk dibagikan ke masyarakat luas, menjelajah ujung timur Indonesia untuk berbagi kisah dengan warga lokal. Justru pandangan travel enthusiast bisa dibilang lebih beragam, nggak melulu soal spot wisatanya saja, tetapi juga bagaimana mereka mencoba berbaur dengan masyarakat lokalnya dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Dan saya kembali berpikir, lah kemana duta wisata daerahnya yang sempat dinobatkan itu? Keeksisan yang sempat mereka icip dulu, seperti tenggelam begitu saja.
Post gemez ini masih mengandung tanda tanya, setidaknya buat saya sendiri.
Setujuuuuuu!!!!!!!
ReplyDeleteKok kayaknya travel blogger dan travel enthusiast lebih mempromosikan tempat wisata ketimbang duta-duta nya itu sih?
Apa duta-duta wisata itu sekedar gelar?
Apa sekedar seremoni pemilihan?
Cedihh
nah tuh dia kak, aku sendiri juga nggak paham ya
Deletekayaknya mereka lebih sering dimanfaatkan ketika ada kunjungan tamu penting aja
Mengundang tanda tanya juga untukku, Kak 😂
ReplyDeleteAku juga suka bertanya-tanya apa saja jobdesk para pemenang kontes selama 1 tahun berikutnya 🤔
Zaman sekarang para travel enthusiast lebih sering dilirik ya. Betul kata Kak Ainun, itu karena personal branding yang kuat. Akupun kalau pergi travelling pasti akan mencari rekomendasi dari tulisan-tulisan para travel enthusiast, that's why kehadiran mereka benar-benar terasa manfaatnya untuk kaum yang awam dalam dunia travel 😍
kita mikirin hal yang sama ya :D
Deletekadang ada juga yang ikut ajang serupa tapi dikirim untuk tingkat nasional atau ibukota provinsi. Terus impact nya apa juga ya ke daerahnya
aku seringnya juga mencari info dari travel enthusiast juga Lia, karena info tempat tempat yang jarang diexpose publik, malah sering diulas sama mereka
Setuju mbaaaa, saya lebih kenal travel bloggers / influencers di Indonesia daripada duta wisata 😂
ReplyDeleteSaya sekali nggak tau duta wisata di Bali atau di kota lainnya, tapi kalau disuruh sebut beberapa nama travel bloggers / influencers saya justru tau, karena mereka lebih giat mengenalkan pariwisata ketimbang yang memegang gelar hehehehe 😆
Penasaran tugasnya apa, dan bagaimana proses mereka memperkenalkan wisata daerahnya 😍
nah itu dia bener yang dibilang mbak eno, aku penasaran proses kerja mereka untuk memperkenalkan potensi wisata di daerah tersebut, kok di daerahku juga nggak ada gaungnya gitu
Deletemungkin aku lebih tau kalau disuruh menyebut siapa blogger dari kotaku daripada nama pemenang duta wisatanya :D
lalu.. saya juga bingung mba hahaha bertanya tanya
ReplyDeletehehehehe toss
Deleteaku nyari jawaban di google pun juga nggak ada kak :D
Aaahhhh, bahkan travel vlogger, saya lebih suka dengan travel blogger, karena biasanya lebih dari hati mereka mengenalkan wisata.
ReplyDeleteKalau duta wisata, biasanya cuman buat pajangan, jadi kayak mereka itu wisatanya, wakakakakakak
hehehehe nemu ae mbak rey ini, si duta wisatanya justru yang jadi pesonanya ya kak
Deletesangat setuju sekali bahwa blogger traveling lebih dikenal daripada duta pariwisata, seorang blogger bekerja (mempromosikan suatu tempat dengan dana sendiri) itu yang hebat menurut saya.
ReplyDeleteAda baiknya pemilihan duta wisata gandeng juga blogger traveling sebagai salah satu juri hehehe...
blogger independen yang memang mengkhususkan dirinya sebagai blogger wisata justru yang patut diacungi jempol ya bang Martin
Deleteaku diem diem mikir "padahal mereka pake duit sendiri tapi sampe segitunya usahanya untuk ngenalin daerahnya ke publik"
malah nggak ada dukungan sama sekali dari pemkab setempat
harusnya gitu ya bang, biar ngetes juga sejauh mana pemahaman finalis soal pariwisata daerahnya