Makasar atau yang lebih dulu dikenal dengan
sebutan Ujung Pandang ini sekarang sedang
ramai-ramainya menjadi kota tujuan wisatawan
baik Domestic maupun Internasional dan merupakan pintu gerbang menuju beragam kota di wilayah Indonesia
Timur. Dari pilihan transit di Denpasar atau Makasar, saya memilih Makasar
tentunya, dengan alasan Denpasar masih bisa didatangi kapanpun saya mau karena
saya sendiri tinggal di Jember. Perjalanan kali ini ke Nusa Tenggara Timur
mengharuskan saya untuk transit di Makasar selama kurang lebih 3 jam. Jauh
sebelum berangkat saya sudah mencari informasi lokasi wisata apa yang bisa
dikunjungi secara singkat disana, nggak jauh-jauh sampai ke Pulau Samalona kok,
hanya ke Benteng Fort Rotterdam dan Pantai Losari saja, jadi nggak ada rasa
ketar-ketir ketinggalan connecting flight.
Selesai mengurus data kedatangan penumpang
transit di Bandara Sultan Hasanuddin, saya segera menuju pintu keluar. Banyak
tawaran dari abang-abang, bapak-bapak taksi Bandara yang menawarkan jasanya.
Okelah saya pilih abang-abang saja, lumayan buat cuci mata
. Saya memberitahukan
tujuan saya ke Benteng Fort Rotterdam, dan dia menunjukkan sebuah papan yang
mana sudah tertera tarif ke lokasi tujuan. Benteng Fort Rotterdam termasuk di
zona 2, dengan tarif Rp. 120.000,- dan harga itu sudah termasuk biaya masuk
tol. Ada 3 zona
yang tertera di papan itu, saya lupa tarif untuk zona 1 dan 3.
1. Benteng Fort Rotterdam
Kurang lebih 45 menit, saya tiba di Benteng
Fort Rotterdam, disini saya menunggu teman baru saya si Sherly yang sehari
sebelumnya sudah tiba di Makasar.
Setelah mengisi buku tamu dan memberikan
uang sukarela ( di Benteng Fort Rotterdam ini tidak ada tiket masuk ) saya
segera melangkahkan kaki ke bagian Museum La Galigo sembari menunggu Sherly dan
rombongan teman-teman baru dari Jakarta.
Reruntuhan Bangunan di salah satu bagian Benteng |
Terowongan, temboknya kotor ihh.. |
Nampang dulu |
Bangunannya masih bagus |
Menurut sejarah, Benteng ini merupakan
peninggalan sejarah Kesultanan Gowa. Kesultanan ini pernah berjaya di abad
ke-17. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-X yang bernama
Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng Tunipalangga Ulaweng. Pada
awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat seperti halnya arsitektur benteng gaya Portugis dan bahan
dasarnya dari campuran batu dan tanah liat yang dibakar hingga kering. Kemudian
pada masa kepemimpinan Sultan Gowa ke-XIV, dibuatlah dinding tembok dengan batu
padas hitam yang didatangkan dari daerah Maros.
Saya berjalan menyusuri kawasan Benteng
sampai di bagian belakang. Dari bagian belakang ini, saya menjumpai tembok
Benteng yang tidak terlalu tinggi dengan material batu besar, sehingga bisa
melihat pemandangan gedung-gedung dan bangunan di sekitar Benteng ini.
Bagian belakang Benteng nih |
Ngintip aktivitas karyawan dari bagian belakang kantor |
Beberapa bangunan di Benteng ini
dimanfaatkan untuk aktivitas pemerintahan, seperti yang saya lihat waktu itu terdapat
kesibukan dari pegawai dan masyarakat yang hilir mudik di kantor kecamatan. Selain
itu juga terdapat ruang yang difungsikan sebagai perpustakaan. Adapula terowongan di salah satu bagian bangunan ini, sayangnya temboknya penuh dengan coretan-coretan pengunjung, yang ditulis macem-macem, seperti lope-lopean ( love maksudnya ) gitu.
2. Pantai Losari
Perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Losari
dengan nebeng di mobil sewanya si Sherly, lumayan. Karena saya datang siang hari dan matahari lagi senang-senangnya menampakkan
diri, alhasil puanasnya minta ampun. Setelah puas foto-foto, meluncurlah saya, Sherly,
Silvi serta Rangga ke Bandara Sultan Hasanuddin.
Yaa, berakhirlah
wisata singkat sesingkat-singkatnya saya di Makasar. Yang penting judulnya
sudah pernah ke Makasar, next time balik lagi hehe.
Pantai Losari yang panas cetar membahana |
Selamat tinggal Makasar
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar biar saya senang