Di dalam engkel pun, si
bapak kernet asal masukin orang aja, sampai sesak-sesak.. Ciri khas angkotan
Indonesia kali yah...
Ada
bapak-bapak dan seorang cucunya bertanya pada Dini yang kebetulan duduk
disebelahnya, ehhh ternyata tujuannya sama yaitu di Gili Trawangan, bapak nya
mau ada acara disana. Ya sudahlah, kita tenang-tenang aja di dalam engkel, lha
wong turunnya bareng – sama-sama turun di Pertigaan Pemenang, pokok bapaknya
turun, kita ikut turun. Tarif engkel sendiri yaitu 10 ribu perak.
Engkel yang
saya tumpangi melewati Pusuk Monkey Forest. Jalanan yang
berliku-liku mengingatkan saya akan rute daerah Jember - Banyuwangi alias
Gumitir, persis banget, banyak monyet-monyet juga yang berkeliaran.
Dari
pertigaan, dilanjutkan dengan naik cidomo alias dokar menuju Bangsal, titik
pemberangkatan ke Gili, cukup bayar 2.500 perak. Karcis perahu Bangsal – Gili
Trawangan cukup bayar 10 ribu perak – kecuali kamu mau berenang sama hiu-hiu
demi menghemat duit 10 ribu perak.
Voilla.....kaki
saya menginjakkan kaki di Gili Trawangan juga, di depan agen Fast Boat Blue
Water Express saya menunggu Pak Wayan yang menguruskan penginapan saya, yang
sudah saya booking jauh-jauh hari.
Pesona Gili
Trawangan sendiri sudah sampai di mancanegara. Ada 2 turis cewek yang datang
saya lihat membawa buku tebal berwarna biru dari Lonely Planet dengan judul Bali
& Lombok gede di
sampul depannya, ckckckck...
Setelah
beres-beres bentar di penginapan, saatnya berkeliling pulau. Saya menyewa sepeda
yang rata-rata disewakan 50 ribu seharian. Nggak jarang pula saya harus turun
dari sepeda dan menuntunnya saat melewati jalanan berpasir. Ada juga yang naik
cidomo untuk mengelilingi pulau, lebih serunya sih rame-rame kalo ini. Hah,
ngos-ngosan juga mengayuh sepeda. Lama nggak pake sepeda model beginian. Dalam
rentang waktu 1-1,5 jam 2-3 botol air minum botol, habis tak bersisa, haussss. Mencoba
masuk ke area pemukiman penduduk di bagian dalam, nggak ada yang beda dengan
kampung-kampung di tempat lainnya.
Jalanan Kampung |
Gili Trawangan
termasuk gili yang paling lengkap akomodasinya, apa aja ada – toko, warnet,
warung makan, butik, hotel, ATM, bungalow pun bertebaran dimana-mana.
Putihnya Pasir Trawangan |
Penginapan di Trawangan |
Butik |
Akhirnya siang
itu, saya dan Dini mencoba makan siang di RM. La-La Poe – seperti rekomendasi
dari Buku Travelicious Lombok-nya Fatah, nyarinya aja mondar-mandir, untung
mata jelalatan, jadi ngeliat ada papan petunjuk – kecil pula. Rata-rata bayar
10 ribu untuk 1 porsi – tergantung menu juga, kalo lauknya 1 piring sendiri yah
tentu harus bayar lebih.
Puas berkeliling
saatnya snorkeling, sewa alat snorkeling
50 ribu. Sayang, temen saya
Dini nggak berani ikutan. Alhasil saya pun sendirian di lautan kayak ikan
kehilangan emaknya. Sebenernya ada rasa was-was waktu mau nyemplung sendirian,
gilaaa...kalo tiba-tiba lenyap trus nggak muncul-muncul....wahhhhhhhh, kata
terakhir - PASRAH... Udah jauh-jauh dateng, pokoknya kesana harus nyemplung.
Ready To Snorkeling |
Malam di Gili
Trawangan saya kembali menyusuri jalanan utama. Cafe-cafe mulai ramai didatangi turis-turis baik
lokal maupun manca, yang tambah keren lagi dengan hiasan lampu disana-sini.
Sajian berbagai macam jenis penghuni laut terjejer rapi di pinggir-pinggir
jalan, tinggal pilih mau yang mana, beress. Ada juga bazzar makanan, aneka
lalapan bahkan sampai martabak pun ada. Nggak ketinggalan, mini bioskop –
kira-kira seperti itulah. Kita tinggal pilih VCD Film, mau film yang mana,
puter, duduk manis, nontooonnnn.
Suasana Malam Trawangan |
Tinggal Pilih Film Yang Mau di Puter |
Pagi itu saya dan
Dini keasikan ngobrol sampai lupa waktu, saya sendiri juga masih bingung mau
ikut GLASS BOTTOM TRIP atau nggak - mikir beginian aja lamanya minta ampun. Ya
sudahlah diputuskan untuk ikut Island Hopping. ISLAND HOPPING sendiri
jam 8.30, busyettt kalang kabut buat beres-beres, untung masih belum ditinggal.
Pffffhhh....
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan komentar biar saya senang